25 Oktober 2009

Pendayagunaan Zakat di lihat dari Aspek Fiqh

ASPEK FIQH DALAM PENDAYAGUNAAN ZAKAT

Oleh Fitri Cahyani

Pengertian Zakat Secara bahasa[1] berarti tumbuh, berkembang atau bisa juga membersihkan atau mensucikan ( Q.S At-Taubah ; 10 ) Secara Istilah Syari’at berarti menyisihkan sebagian harta untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya apabila telah mencapai nisab dan syarat-syarat tertentu. INTINYA : Zakat adalah pembersihan dan pensucian terhadap jiwa Hamba Allah.

Zakat dalam Al-quran disebut sebanyak 82 kali[2]. Ini menunjukan hukum dasar zakat yang sangat kuat. Dan zakat juga merupakan rukun Islam yang kelima yang merupakan ibadah wajib lainnya seperti sholat, puasa dan hajji. Dan sekaligus ibadah sosial yang sangat bermanfaat sepanjang zaman untuk kepentingan kemasyarakatan dan kemanusiaan dan menjadi salah satu unsure tegaknya syari’at islam.

Adapun Sasara pendayagunaan zakat dalam kajian ini akan kami rumuskan sasaran-sasaran pembagian zakat yang dikenal dengan sebutan “Musthaquz Zakah” atau asnaf, yaitu kategori atau golongan yang berhak menerima zakat.

Menurut ulama fiqh tentang kedelapan[3] golongan tersebut adalah :

1. Faqir

2. miskin

3. Al-amilin

4. Al-Muallafah Qulubuhum

5. Ar-Riqab

6. Al-Gharimin

7. Sabilillah

8. Ibnu sabil.

Zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan, zakat yang dikelola dengan baik akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan, economic growth with equity.

Arah dan kebijaksanaan pendayagunaan dana zakat yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha pemerintah dalam rangka memanfaatkan hasil pengumpulan zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas sesuai cita dan rasa secara tepat guna, efektif manfaatnya dengan system distribusi yang serba guna tentunya yang produktif, sesuai dengan pesan dan kesan syariat serta tujuan sosial yang ekonomis dari zakat.

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu kita jadikan dasar pemikiran[4] tentang pendayagunaan zakat bahwa :

1. Allah tidak menetapkan perbandingan yang tetap antara bagian masing-masing delapan pokok alokasi ( asnaf )

2. Allah tidak menetapkan delapan asnaf harus diberi semuanya. Allah hanya ,enetapkan zakat dibagikan kepada delapan asnaf tidak boleh keluar daripada itu.

3. Allah tidak menetapkan harus dibagikan dengan segera setelah masa pungutan zakat, dan tidak ada ketentuan bahwa semua hasil pungutan zakat ( baik sedikit maupun banyak ) harus tetap dibagikan semuanya.

4. Allah tidak menetapkan bahwa yang diserah terimakan itu berupa in cash ( uang tunai ) atau in kind ( bermacam-macam hasil alam )

Berkenaan dengan kebijaksanaan pendayagunaan zakat ini team penelitian dan seminar Zakat DKI Jakarta antara lain memutuskan :

1. Pembagian zakat harus bersifat edukatif, produktif dan ekonomis, sehingga pada akhirnya penerima zakat menjadi tidak memerlukan zakat lagi, bahkan bisa menjadi wajib zakat.

2. Hasil pengumpulan zakat selama belum dibagikan kepada mustahik dapat merupakan dana yang bisa dimanfaatkan bagi pembangunan , dengan disimpan dalam bank Pemerintahberupa deposito, sertifikat atau giro biasa[5].

Hal demikian secara tidak langsung disamping bermanfaat mempunyai dayaguna terhadap delapan asnaf, maka harta benda zakat sementara belum disampaikan kepada mustahik dengan menggunakan jasa bank dapat memberi manfaat umum tanpa mengurangi nilai dan kegunaan, dapat berguna juga untuk kepentingan modal pembangunan yang bermanfaat kepada program umum dan kemasyarakatan dismaping harta zakat sendiri dapat disimpan dengan aman tanpa resiko.

Untuk mengarahkan kepada daya guna yang tepat dan cepat, serba guna dan produktif, perlu perencanaan, pengerahan dan pembinaan bagi sasaran zakat, baik mustahik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat umum atau badan hukum.

Menurut jumhur ulama antara lain : Abu hafnifah, Malik, ahmad, ikhrimah,Umar Bin abd aziz, az-zuhri, dawud al-hasan al-basri,abu ubaid , dkk zakat boleh dibagikan kepada satu golongan saja dari 8 asnaf itu bahkan menurut Abu Hanifah boleh kepada satu orang saja dari salah satu asnaf yaitu kepada mereka yang paling membutuhkan[6].

Lembaga BAZIS lebih condong kepada pendapat golongan hanafiyah yaitu sah nya mengeluarkan zakat dengan qimah jika dikehendaki oleh hajat atau kemaslahatan.

Berpangkal dari pendapat ini zakat fitrah pun dapat di distribusikan dengan qimah dirupakan dengan uang atau pakaian umpanya, manakala lebih manfaat bagi fakir miskin karena dilihatnya ternyata seorang fakir miskin itu sudah cukup bahan makanannya buat kebutuhan berhari raya.

Untuk memperoleh daya guna yang maksimal, al-quran tidak mengatur bagaimana seharusnya dan sebaiknya membagikan zakat kepada kategori delapan. Masalahnya adalah produktivitas pembagian zakat, masalah duniawi yang bersifat ijtihadiyah sehingga diserahkan saja kepada badan yang mengelola harta zakat.

Al-quran telah menetapkan pos-pos pengeluaran yang delapan tapi tidak menetapkan bentuk serah terima secara rinci. Disini tampak suatu jangkauan yang sangat luas sepanjang dana zakat di dayagunakan secara efisien sesuai dengan ketentuan syariat dan di sanalah masuk persoalan analis ekonomi Islam. Hal ini memnutuhkan pertimbangan yang penuh hati-hatiapakah sebaiknya zakat diserahkan dalam bentuk in cash ( uang tunai ) atau in kind ( natura ) atau dalam bentuk zakat certificate ( sertifikat zakat ) tergantung mana yang lebih berdaya guna.

Contoh nya study comparative[7] kita terhadap BAZIS :

Lembaga ini memilki agenda dan program-program dalam pendayagunaan zakat nya untuk konsen dan di bagikan kepada :

1. Fakir miskin :

a. Beasiswa tingkat SD/MI/SLTP/MTS/SLTA/MA/MAHASISWA

b. Pembinaan PKU MUI

c. Bantuan Guru Ngaji/Marbot

d. Bantuan Guru madrasah Honorer

e. Bantuan Kesejahteraan Kaum Dhuafa

f. Bantuan Panti asuhan Non-Panti

2. Fi Sabilillah

3. Muallaf/Gharimin/Ibnu Sabil

4. Bantuan Kemaslahatan Ummat dan peningkatan SDM

a. Bantuan kesehatan Ulama dan Mubaligh

b. Bantuan modal usaha produktif/wirausaha

c. Bantuan Safari Ramadhan

d. Bantuan peningkatan mutu Pendidikan di Madrasah

e. Bantuan peningkatan sarana pelayanan ZIS

f. Bantuan pembinaan mustahik

g. Bantuan kelanjutan pendidikan

h. Bantuan Pascasarjana

i. Bantuan pendidikan / pelatihan tenaga terampil

5. Intensifikasi dan ekstensifikasi ZIS

a. Pembinaan Petugas ZIS

b. Penerangan dan Penyuluhan Kesadaran ber-ZIS

6. Bantuan kesetiakawanan – sosial

7. Kegiatan Bina Usaha Produktif/wirausaha

8. Dsb…

Dompet Dhuafa[8] juga memiliki program yang bergerak untuk mendayagunakan masyarakat baik secara sosial maupun bisnis atau komersial. Dibidang yang bergerak dalam murni kegiatan Charity ( amal sosial ) tanpa pengembangan ekonomi adalah :

1. LKC ( Layanan Kesehatan Cuma-Cuma ) bermaksud untuk memberikan pelayanan gerai sehat, aksi layanan sehat, masyarakat sehat, ACT medis Dompet dhuafa memberikan layanan gratis dengan system keanggotaan LKcard.

2. ACT Cepat tanggap bermaksud memberikan One stop service melayani mustahik pasca bencana, pasca konflik.

3. LPI ( Lembaga Pengembangan Insani ) bermaksud mengembangkan potensi mustahik dari sisi pendidikan untuk transformasi sosial dan pencepatan peningkatan kualitas SDM ummat.contoh nya memberikan beastudy etos, peduli sosial remaja, pelatihan profesi.

4. LKTG ( Lembaga Kajian Teknologi Tepat Guna ) mengkaji dan mengaplikasikan teknologi yang dapat dimanfaatkan langsung bagi penigkatan kemakmuran masyarakat marginal. Untuk bidang pertanian.

5. SPM ( Sahabat Pekerja Migran )

Yang mengembangkan unit bisnis atau komersial Dompet Dhuafa yang mendorong pemberdayaan pengelolaan layanan kepada masyarakat sebesar-besarnya diciptakan untuk iklim profesionalisme bisnis berdasarkan koridor syariah.

1. THK ( Tebar Hewan Kurban ) untuk mendayagunakan peternak local yang tersebar seluruh Indonesia.

2. CDC ( Community Development Circle ) bergerak di bidang unit bisnis layanan Korporat –Lembaga untuk mengelola usaha pemberdayaan masyarakat dikawasan sasaran.

3. IMZ ( Institute Manajemen Zakat ) Lembaga pendidikan konsultasi riset dan publikasi yang berkhidmat untuk optimalisasi eksistensi Lembaga Pengelola Zakat.

4. Raudha Rahma Abadi. Biro perjalanan haji umrah dan tour islami lainnya dengan pelayanan berorientasi costumer dengan penguatan kepedulian sesama.

5. Kanal Subkanal Citra Selaras, perusahaan jasa konsultasi citra lembaga dengan pendekatan public relations strategic dan komunikasi terintegrasi.

KESIMPULAN

Sebagai jawaban dari permasalahan yang ditarik dari bahasan dan analitas dari data yang diumpulkan, disini akan diutarakan dari data yang dikumpulkan ada beberapa kesimpulan yaitu sasaran pendayagunaan zakat terbatas kepada delapan asnaf 1, dan 2 Fakir-Miskin, 3. Amilin, 4. Muallaf, 5. Riqab, 6. Garimin, 7. Fisabilillah, 8. Ibnus-sabil.

Kebijaksanaan pendayagunaan zakat diarahkan kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas, secara tepat guna, efektif, dengan distribusi yang serba guna dan produktif. Sistem distribusi zakat adalah persoalan maslahat ia memakai metode prioritas sesuai dengan tuntutan kebutuhan umat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Untuk memperoleh daya guna yang maksimal, al-quran tidak mengatur bagaimana seharusnya dan sebaiknya membagikan zakat kepada kategori delapan. Masalahnya adalah produktivitas pembagian zakat, masalah duniawi yang bersifat ijtihadiyah sehingga diserahkan saja kepada badan yang mengelola harta zakat.

Alquran telah menetapkan pos-pos pengeluaran yang delapan tapi tidak menetapkan bentuk serah terima secara rinci. Disini tampak suatu jangkauan yang sangat luas sepanjang dana zakat di dayagunakan secara efisien sesuai dengan ketentuan syariat dan di sanalah masuk persoalan analis ekonomi Islam. Hal ini memnutuhkan pertimbangan yang penuh hati-hatiapakah sebaiknya zakat diserahkan dalam bentuk in cash[9] ( uang tunai ) atau in kind ( natura ) atau dalam bentuk zakat certificate ( sertifikat zakat ) tergantung mana yang lebih berdaya guna.



[1] Fiqh ibadah, Dr. Hj. Zurinal. Z dan Aminuddin M.Ag

[2] Zakat dan Wirausaha, Lili Bariadi dan M.Zen

[3] Zakat dan Wirausaha, Lili Bariadi dan M.Zen

[4] Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasional,

Dr. K.H Sjechul Hadi Purnomo, SH.MA

[5] Rekomendasi, Op.Cit. Lokakarya Zakat DKI Jakarta di Ciawi oleh Tim Peneliti

dan seminar Zakat DKI Jakarta.

[6] Muhyiddin bin Syaraf an-nawawi, al-majma’ Op-cit VI, p. 192.

[7] Zakat dan Wirausaha, Lili Bariadi dan M.Zen

[8] Zakat dan Wirausaha, Lili Bariadi dan M.Zen

[9] Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasional,

Dr. K.H Sjechul Hadi Purnomo, SH.MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar