25 Oktober 2009

Perkembangan TVRI ( field research )

TENTANG PENGEMBANGAN MANAJEMEN INDUSTRI MEDIA

( OBSERVASI go to the Field : TVRI )

Oleh ; Fitri Cahyani

Dunia broadcasting ( penyiaran ) adalah dunia yang selalu menarik perhatian bagi masyarakat. Martin Essin ( dalam Saktiyanti Jahja, 2006 ) menyebutkan bahwa Era sekarang ini sebagai The Age Of Television, televise telah menjadi kotak ajaib yng membius para penghuni gubuk-gubuk reyot masyarakat di dunia ketiga. Televisi memiliki keunggulan yang menyebabkan masyarakat harus tetap terpaku 4 sampai 6 jam sehari di depan layar kaca, dan bahkan bagi anak-anak yang sering menonton televise, memberikan dampak malas belajar. Sementara itu sebanyak 53,4 % mereka mengakui bahwa waktu belajarnya lebih sedikit dibandingkan dengan lama waktu menonton televise ( Saktiyanti Jahja, 2006 )

Karena keunggulannya, masyarakat tak pernah mampu melepaskan diri dari hubungannya dengan media penyiaran. Hampir paruh waktu mereka habiskan untuk menikmati program-program siaran baik radio maupun televise. Hal ini wajar karena program-program radio dan TV banyak menawarkan dan menyajikan acara-acara yang menarik dan variatif. Program yang semakin menarik dan variatif ini memang merupakan salah satu kiat dari pengelola media untuk menarik perhatian konsumennya, dismaping media sebagai alat bisnis hiburan yang sengaja mencari keuntungan ( profit )[1]. Karena tampilan programnya harus selalu menarik dan memilki nilai jual yang tinggi agar mampu meraih jumlah penonton yang besar sehingga suguhan program tidak semata-mata hanya sekedar penyajia informasi atau hiburan semata, tetapi sudah merupakan barang komoditas yang diperjualbelikan.

Aktifitas penyiaran tidaklah semata merupakan kegiatan ekonomi, tetapi juga memilki perana sosial yang tinggi sebagai medium komunitas. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian[2] ide, gagasan, dan opini dari seseorang yang disebut komunikator kepada sejumlah sasaran dalam hal ini adalah komunikan dengan dan atau tanpa media dengan tujuan mengubah perilaku orang lain. Sebagaimana definisi komunikasi yang dikutip dari pendapat Hovland ( Suprapto, 1994 ) tersebut mencerminkan bahwa peran sosial dari media adalah kemampuannya didalam mengubah prilaku komunikan. Kecendrungan ini sangat jelas sebagaimana yang dikemukakan oleh Mulyana ( 2000 ) fungsi komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri untuk kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain.

Atas dasar hal tersebut maka MEDIA[3] sering dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan sosial kampanye-kampanye program kemasyarakatan seperti kampanye anti narkoba, immunisasi, palang merah yang disajikan sedemikian rupa baik dalam bentuk dramatization maupun demontrazion dengan kemasan hiburan. Khusus untuk media penyiaran, pemanfaatan untuk kampanye tersebut telah menjadi suatu tren tersendiri, mengingat daya jangkau yang sangat luas dan mampu menembus kendala-kendala geografis.

Keunggulan media penyiaran bila dibandingkan dengan media cetak adalah juga karena kemampuan penyampaian pesan yang relative cepat serta menyiarkan suatu pristiwa yang tengah berlangsung melalui siaran reportase atau siaran pandangan mata ( live broadcast ). Namun dari sisi sosiologis kemampuan menyampaikan pesan secara umum, cepat dan selintas untuk menjangkau khalayak luas dalam suatu rentang waktu menyatakan suatu kekuatan sosial yang ada pada dampaknya.

Menurut Charles R. Wright ( 1985 ) keselintasan komunikasi massa telah menimbulkan penekanan ketepatan waktu, superfisialitas ( ketidakmendalaman ) dan sensasionalisme dalam pesan-pesan yang dikomunikasikan. Oleh karena itu penyajian informasi dalam siaran-siaran medium radio dan televise sering menimbulkan ketidakcermatan khalayak di dalam mencerna isi pesan karena sifat informasi nya yang disampaikan cepat, singkat dan selintas yang dapat menimbulkan persepsi dan interpretasi. Dalam konteks ini bila dibandingkan dengan medium cetak, maka pemahaman khlayak terhadap isi media elektronika sangat tergantung pada factor eksternal itu sendiri, sedang untuk media cetak tingkat pemahamannya khalayak terhadap isi pesan sangat tergantung pada bagaimana cara khalayak memproses informasinya.

Perkembangan teknologi elektronika telah membawa dampak kepada perkembangan di bidang komunikasi massa. Berkat perkembangan di bidang teknologi elektronika ini arus informasi dapat berjalan cepat dan simultan, sehingga mampu menembus ruang dan waktu antara dua tempat yang berbeda.

Kehadiran berbagai produk teknologi elektronika seperti medium radio dan televise telah memberikan nuansa baru dalam berkomnikasi. Hubungan antar manusia berubah dari yang bersifat tradisional ( lisan ) menjadi hubungan bermedia, yang sekaligus mampu mempercepat proses komunikasi, karena pada umumnya cirri khas media komunikasi massa modern menjanjikan kecepatan, ketepatan dan bahkan kepraktisan dalam hal menyampaikan dan menyajikan informasi kepada khalayak dan khalayak hanya menikmati saja, sambil mungkin melakukan pekerjaan lainnya secara bersamaan.

Dalam artian tersendiri bahwa Pengembangan[4] adalah : perluasan atau penambahan mengambil dari kamus bahasa Indonesia Kembang artinya Berkemang, mengembang, pengembangan yaitumenjadi besar, luas dan banyak membiak jadi banyak dan melebar jadi luas.

Manajemen[5] sendiri artinya Ilmu dan seni merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, serta mengawasi tenaga manusia dengan bantuan alat-alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari definisi ini dapat disimpulkan fungsi manajemen ada liam yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan.

Dan istilah industr[6]i adalah biasanya menimbulkan gambaran dalam pikiran akan adanya pabrik-pabrik, perusahaan yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi dengan menggunakan lat-alat seperti mesin dan lain-lain. Yang dilayani karyawan dengan kecakapan tertentu. Pengertian industry sering di hubungkan dengan adanya Mekanisasi, Teknologi dan hal-hal lain yang datang dari negara yang sudah maju. Jadi dapat kita katakana bahwa Industri merupakan suatu kelompok perusahaan yang memproduksi barang yang sama untuk pasar yang sama pula. sedang perusahaan itu sendiri tidak selalu menggunakan material atau proses produksi yang sama dengan lainnya.

Ada yang mengatakan bahwa Industri adalah suatu konsep barat sebagai usaha mengejar keuntungan prestasi dan pendapatan yang besar. Usaha-Usaha ini pada akhirnya akan mebawa pertumbuhan ekonomi dan kenaikan Produk Nasional Bruto negara.

Berarti kegiatan industry media tersebut adalah hal yang sangat komplek karena semuanya dapat tercapai berkat usaha-usaha yang menekankan pada prinsip-prinsip dasar seperti : Efisiensi, Prestasi, Pendekatan yang rasional, Manajemen, hubungan –hubungan yang Formal dsb.

*Perkembangan Broadcasting di Indonesia[7]

dimulai dari perkembangan pertelevisian di Indonesia, tahun 1989 adalah tonggak perkembangan penyiaran ( broadcasting ) di Indonesia setelah hampir 37 tahun TVRI menjadi single fighter dalam berkiprah di dunia pertelevisian yakni dengan mengudaranya siaran televise swasta pertama di Indonesia yaitu Rajawali Citra Televisi Indonesia ( RCTI ) yang menyelenggaraka siaran terbatas. Kehadiran TV swasta tersebut mendapat sambutan gempita dari masyarakat khususnya di dareah-daerah yang terjangkau oleh siaran RCTI kehadiran TV swasta tersebut di awali dan sebagai konsekuensi terbitnya SK Menteri Penerangan RI Nomor : 190A/Kep/Menpen/1987 tentang saluran siaran terbatas yang membuka peluang bagi televise swasta untuk beroperasi.

Adapun setelah mengudaranya RCTI pada Agustus 1989 ,maka berturut-turut muncul TV-TV swasta lainnya di Indonesia adalah : SCTV (24/8/1990), TPI(23/1/1991), ANTV(7/3/1993), Indosiar (11/1/1995), metroTV(25/11/2000) Trans TV (25/11/2001), Lativi(17/1/2002) selain itu muncul TV7 dan Global Tv. Jumlah televise swasta nasional belum mencakup TV local-Regional seperti BaliTV, JogjaTv,RBTV, TV Borobudur semarang, JTV Surabaya, Bandung TV.

Dengan hadirnya beberapa TV swasta nasional dan jga TV Lokal dan komunitas menambah maraknya bisnis televise di tanah air, dan pada gilirannya masyarakat akan berhadapan pada beragam pilihan program yang menarik. Pada Era Orde Baru yang lalu masyarakat hanya memilki satu pilihan siaran tv pemerintah yaitu TVRI. TVRI yang dilahirkan tanggal 24 Agustus 1962, tercatat sebagai TV siaran Terristerial yang pertama dan satu-satunya milik pemerintah hingga awal tahun 1990.

Pada awalnya TVRI adalahh medium pemerintahan Soekarno yang berada pada sebuah yayaan untuk memperkenalkan bangsa Indonesia pada dunia luar. Adapun kelahirannya adalah tidak lepas dari Upaya menegakan eksistensi bangsa Indonesia melalui eveny Pekan Olahraga Asian Games pada tahun 1962. Setelah Asian Games sukses digelar, tepatnya pada Oktober 1963, struktur organisasi TVRI terbentuk. Dengan status yayasan, TVRI bertanggung jawab kepada Deparemen Penerangan untuk Isi program, tetapi otonom pada pendanaan, adapun dana operasional TVRI digalang melalui Iuran kepemilkan pesawat televise di masyarakat.

*Penyiaran di Era Orde Baru

Sejak kelahirannya, TVRI telah menjadi tonggak pertelevisian nasional Indonesia berperan sentral dalam etiap kegiatan komunikasi politik. Keberadaan TVRI yang dalam perkembangan berikut nya menjadi alat strategis pemerintah serta memegang monopoli penyiaran di Indonesia yang pada gilirannya telah menjadi “ corong Pemerintah” dan bahkan menjadi alat legitimasi kekuasaan. Bertahannya pemerintahan orde baru yang berkuasa hampir 32 tahun itu adalah contoh dari peran politik monopoli penyiaran di Indonesia yang begitu kuat yakni keleluasaan untuk menyajikan berita-berita pembangunan yang hanya bersumber dari pejabat negara. Oleh karenanya hampir 32 tahun kita selalu disuguhkn moel-model propaganda melalui kemasan program Pembangunan di TVRI yang tidak lain memberitakan keberhasilan Pemerintah dalam upaya pembangnan Nasional. Bukanlah mustahil bila kelanggengan pemerintahan orde baru tidak lepas dari peran politik pemberitaan TVRI. Peran ini lebih ditonjolkan pada orientasi pemberitaan yang berbau ceremonial. Soedibyo ( 2004 ) dalam hal ini mengatakan program berita hampir selalu di awali oleh acara “ gunting Pita “ oleh presiden dan pejabat lainnya. Beberapa studi yang dilakukan alfian dan Chu, Arswendo atmowiloto dan suminta tobing menunjukan bahwa genre pemberitaan TVRI dalam beberapa puluh tahun terakhir tetap berjalan dengan pola muatan ceremonial.

Di Era Orde Baru memang peran media khususnya media penyiaran baik RRI maupun TVRI belum menunjukan fungsi sosial dengan sempurna, karena intervensi politik kekuasaan pada waktu itu. Sebenarnya pada waktu itu Deppen telah mengedepankan fungsi media RRI dan TVRI yang sebenarnya dalam rangka meningkatkan peran sosial RRI dan TVRI dengan meligitimasi forum media seperti kelompok pencapir sebagai media belajar masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya belumlah optimal, karena masuknya kepentingan politik didalamnya, sehingga keberadaan kelompencapir sering memunculkan pomeo sebagi upaya kepentingan politik.

Dominasi TVRI mulai menunjukan tanda-tanda penurunan dan akan berakhir pada tahun 1988, setelah mengudaranya RCTI yang lahir sebagai TV swasta pertama di Indonesia. Stasiun milik Bambang Trihatmodjo soeharto ini pada awalnya bersiaran melalui jaringan kabel untuk seputar Jakarta dengan system Pay-television semacam TV berlangganan. Baru pada Agustus 1990, RCTI diijinkan untuk mengudara secara bebas.

* Penyiaran Pasca Orde Baru

Memasuki era pasca keruntuhan rezim orde baru pada revolusi Mei 1998, media penyiaran belum beranjak mengalami perubahan yang signifikan. Walaupun dari sisi perkembangan kepemilkian media, bisnis penyiaran tidak lagi berpuat kepada keluarga Cendana. Nama Anak-anak soeharto memang tidak terlihat lagi dalam kancah kepemilkan stasiun TV. Para pemain baru mulai bermunculan, baik dengan mengakuisisi stasiun TV lama maupun dengan mendirikan stasiun televise baru. Pada era ini perkembangan TV swasta masih stagnan dalam arti belum ada peningkatan kualitas program acara karena penekanan masih pada entitas komersial. Untuk itu TV membeli program Importseperti Meteor Garden yang dibeli Trans TV seharga $ 20.000 program import tersebut dinilai akan mempertahankan jumlah penonton sekaligus memelihara rating untuk memancing pemasang iklan.

Dilain pihak karena strategi pemasaran program media di Era pasca Orde Baru ini masih mengandalkan jenis pemasaran Following Marketing. Maka homogenitas program acara televise swasta tidak terhindarkan dan menjadi fenomena yang meprihatinkan. Ketika satu stasiun sukses dengan program infotainment nya maka stasiun lain pun ramai-ramai mengikutinya. Sementara kehadiran TV Lokal menurut data Asosiasi Televisi Lokal Indonesia ( ATVLI ) sampai dengan medio tahun 2003 mencapai hampir 50 stasiun tersebar dari Papua sampai dengan Sumatera Utara.

Perkembangan televise local yang kehadirannya diharapkan mampu mengangkat identitas daerah telah memberikan warna tersendiri bagi perkembangan komunikasi di daerah. Sehingga sebagai medium komunikasi public local diharapkan TV Lokal mampu memberikan kontribusi bagi pemangunan di daerah dan sekaligus menggali dan mengembangkan potensi seni dan budaya dengan semangat otonomi daerah.

Kehadiran TV Lokal menjadi kekuatan baru dalam percaturan perkembangan TV nasional di Indonesia, diharapkan programnya mampu mengangkat potensi local dengan kekhasan sebab dari 11 stasiun tv swasta yang mengudara dengan jangkauan siaran yang luas itu, isi programnya terlalu Jakarta Minded kurang mengakomodasi keinginan daerah secara adil.

BAGAIMANA DENGAN TVRI ?[8]

Televisi pemerintah ini nampaknya masih belum juga mapu menunjukan tajinya. Setelah TVRI lepas dari DEPPEN karena institusi yang mengatur regulasi media ini dibubarkan oleh pemerintahan Gus Dur maka posisi TVRI mengalami perkembangan yang pasang surut.

Pergeseran politik tahun 1998, adalah momentum bagi TVRI menjadi stasiun TV yang sebenarnya dalam pengertian melepaskan diri dari ketergantungan dengan pemerintah dan memproyeksikan diri sebagai media massa yang professional dan kodern. Tetapi juga karena terlanjur identik dengan stigma orde baru, mengakibatkan TVRI dan juga RRI sering menjadi sasaran tembak mahasiswa dalam tiap demonya yang anti orde baru.

Dalam perjalanannya pada era reformasi TVRI menerima beban berat yang harus dipikul karena kian lama, subsidi yang diberikan pemerintah semakin surut, dan diharapkan TVRI mampu mencari dananya sendiri. Karena memang pemerintah sudah tidak mampu lagi menopang anggaran yang cukup besar untuk biaya operasional TVRI. Kebutuhan anggaran TVRI memang sangat besar. Tahun 2001 dalam setahun TVRI membutuhkan daa sebesar 1.35 triliyun. Dana sebesar itu untuk mengoperasikan 26 stasiun daerah, 400 pemancar dan kurang lebih 7000 karyawan.

*TVRI pada Era Perjan[9]

Sebagai konsekuensi dari perjuangan reformasi di segala bidang kehidupanberbangsa dan bernegara termasuk juga deregulasi dibidang media massa khususnya media milik pemerintah, maka pemerintah pada tanggal 6 juni 2000 mengumumkan tentang perubahan status TVRI menjadi Perusahaan Jawatan ( PERJAN ) yang ditandai dengan keluarnya peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2000, dengan kelurnya PP ini diharapkan TVRI untuk lebih independen. Namun kenyataannya status baru ini tetap saja tidak bisa “mengangkat” TVRI lepas dari tanggung jawab pemerintah. Campur tangan pemerintah masih tetap ada, sebab dengan status yang baru itu TVRI bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan dapat mengangkat dan memberhentikan pimpinan TVRI tanpa mendengar pertimbangan dari anggota DPR. Dewan penasehat TVRI juga sepenuhnya ditunjuk dan dihentikan oleh Menkeu. Dewan penasehat juga tidak melibatkan perwakilan masyarakat dan tidak memiliki fungsi public. Dengan demikian TVRI tetap lebih dekat kepada ranah kekasaan daripada masyarakatnya.

Kesalahan PP No. 36 tahun 2000 menurut Sudibyo ( 2004 ) adalah meniitikberatkan TVRI hanya pada aspek keuangan semata-mata. Pasal 6 PP No. 36 tahun 2000 menyatakan TVRI menyelenggarakan kegiatan penyiaran berdasarkan prinsip-prisip public yang di independen, netral, dan mandiri. Sifat status Perjan pada saat itu dianggap sebagai masa persiapan dan atau transisi menuju Public Service Broadcasting, sehingga dengan menyandang status Perjan, TVRI belum optimal, bahkan terdapat kecendrungan tidak berjalannya system karena peraturan yang di abaikan. Prinsip sebagai stasiun public sebagaimana dikehendaki oleh PP. No.36 tahun 2000 sangat sulit dilaksanakan karena TVRI sepenuhnya diatur dan bertanggung jawab kepada pemerintah. Semakin lama problem yang dihadapi TVRI semakin sangat rumit. TVRI tidak cukup siap menghadapi perubahan-perubahan situasi yang terjadi secara tiba-tiba.

*TVRI pada Era Persero

Untuk mengatasi keruwetan TVRI pemerintah kemudian mengangkat Sumita Tobing sebagai Dirut TVRI. Sumita Tobing yang sukses melahirkan program Liputan enam SCTV ini pada awalnya menimbulkan optimism berbagai pihak. Sumita Langsung melakukan optimism berbagai pihak. Sumita langsung melakukan berbagai perubahan dan pebaikan di TVRI. Ia berusaha memperbaiki kondisi TVRI yang carut marut. Ia optimis TVRI juga bisa seperti TV swasta lainya. Untuk menyehatkan keuangan, TVRI harus membuka diri untuk iklan komesial. Menurutnya langkah ini sangat penting karena TVRI tidak saja kehilangan subsidi dari pemerintah juga harus memikirkan nasib 7000 karyawan dengan status PNS, disamping itumemerlukan dana ntuk perawatan perlengkapan teknis TVRI yang begitu besar tersebar di daerah. Sumita mengusulkan perubahan status TVRI menjadi PERSERO.

Dengan status persero, sumita optimis bakal mampu meraih kue iklan 25 % atau sekitar 1,5 triliyun rupiah pada tahun 2003. Bila angka ini tercapai berarti menutupi biaya tahunan yang mencapai 1,35 triliyun rupiah. Gagaan Dirut TVRI ini direspon pemerintah Menteri Negara BUMN menegaskan bahwa dengan 250 milyar rupiah. TVRI layak menyandang perseroan terbatas. Lahirlah persatuan pemerintah No.9 tahun 2002 tentang peralihan status TVRI dari perusahaan jawatan menjadi PERSEROAN TERBATAS. Sebagai perseroan TVRI bertanggung jawab kepada menteri negara BUMN dan diperbolehkan mencari dana sendirir termasuk dari iklan diperbolehkan mencari dana.

Oleh karena itu pada Era Persero ini, perkembangan TVRI belum cukup menggembirakan terlebih dahulu sejak tanggal 1 Januari 2003, TVRI tidak memperoleh lagi anggaran dari APBN dan akibatnya kesulitan dana operasional terjadi di semua stasiun daerah. Ditambah lagi konflik internal masih sering terjadi, kepemimpinan Sumita Tobing yang dinilai oleh setiap kalangan TVRI diharapkan mampu mengangkat derajat lembaga TVRI, ternyata dengan terobosan-terobosan yang dilakukan justru menuai resistensi dijajaran direksi TVRI.

* TVRI pada Era Undang-Undang Penyiaran

Perubahan status TVRI menjadi persero memang menimbulakan kontrovers kaitannya dari keinginan pemerintahan untuk menjadikan TVRI sebagai lembaga Penyiaran Publik, sesuai denga UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Perubahan status ini bertentangan jika kita merujuk pada pasal 14 UU No.32 tahun 2002, TVRI sebagai lembaga Penyiaran Publik seharusnya berstatus sebagai Badan Layanan Umum ( BLU ). Menurut Undang-undang perbendaharaan yang baru tahun 2004, BLU adalah suatu lembaga yang sifatnya harus melayani public. TVRI sebagai BLU baru sebatas wacana belum merupakan suatu keputusan, karena peraturan pemerintahan mengenai UU perbendaharaan Negara belum ada. ketikaUU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran mulai diundangkan justru TVRI berstatus sebagai persero di satu sisi TVRI harus mampu mencari dana operasionalnya sendiri, tetapi di lain Pihak harus menyelenggarakan kegiatan penyiaran sesuai dengan prinsip-prinsip penyiaran public yang independent.

PERKEMBANGAN STATUS KELEMBAGAAN TVRI[10]

Tahun 1963

Keputusan Presiden RI No. 215 tahun 1963 tentang pembentukan yayasan TVRI, tanggal 20 Oktober 1963

Tahun 1975

Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 55 B Tahun 1975 tentang penetapan TVRI sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen Penerangan.

Tahun 2000

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Televisi Republik Indonesia tanggal 07 Juni 2000

Tahun 2002

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2002 tentang pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan ( PERJAN ) TVRI menjadi perusahaan perseroan, tanggal 17 April 2002.

Tahun 2005

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, tanggal 18 Maret 05



[1] Drs. Tommy suprapto, MS ; Berkarir dibidang Broadcasting hal ; 22

[2] Ibid ; hal 22

[3] Drs. Tommy suprapto, MS ; Berkarir dibidang Broadcasting hal ; 25

[4] Kamus Lengkap Bahasa Indonesia

[5] Dr. Basu swastha, Se, MBA ; Pengantar Bisnis Modern ; edisi ketiga hal ; 81

[6] Ibid ; hal. 5

[7] Drs. Tommy suprapto, MS ; Berkarir dibidang Broadcasting hal ; 21

[8] Ibid ; hal . 37

[9] Ibid ; hal. 3

[10] Berkarier di bidang broadcasting ; drs. Tommy suprapto, MS hal ;50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar